Ada klise masalalu yang entah dari mana asalnya itu dibuat, sejak awal takdir gua memang selalu sering dibicarakan. Seolah-olah mereka yang berada di sekitar gua menjadi pemegang kunci lauhul mahfudz gua. Hebat sekali kan, selalu sibuk mengurus takaran hidup gua, mengeja dengan seksama, mengkoreksi seakan gua tuh catetannya ga gini, kayak karakter npc padahal sekarang nvidia aja udah bikin terobosan baru terkait dunia pemodelan dan karakter ini. apa karena merasa merasa sangat aman karena mungkin hidup mereka sudah teratur oleh Tuhannya.
Selama 30 tahun gua hidup, gua bukan berdiri untuk menyatakan dan berstatemen menyadari atau bilang “baru sadar ternyata…”. Tapi lebih kepada prinsip yang ga akan gua ubah, bahwa kebatuan gua membuat gua berjalan sampai saat ini. Bebal dan memegang pada prinsip dan ga ngikutin kata orang yang meskipun gua terjerumus, gua tersesat, gua menyesal. Tapi gua adalah gua yang sejak awal memang begini.
Memang kadang itu menjadi rancu, gua ga akan menolong dan itupun tak tertolong. Ketertinggalan adalah hal yang mendekati perlambatan laju pikiran gua yang makin kesini fokuspun buyar karena sesuatu. Engga lupa dengan yang namanya perjalanan, proses yang memicu semua adrenalin yang mungkin memang hanya itulah satu-satunya kunci yang tak bisa diganti dengan model apapun. Meskipun bisa mereinkarnasi dan kembali ke satu masa, atau anggap saja bisa kembali melalui flashpoint atau mungkin ada yang namanya perjalanan waktu. Tetap, semua tak akan sama.
menyadari seberapa pentingnya itu, mungkin ada yang lebih dari sekadar apa yang terlihat. Seperti ada helai benang tak terlihat yang mengikat setiap kejadian, setiap pilihan yang gua buat. Mungkin, dalam kekacauan dan ketidakpastian, ada sesuatu yang tetap, yang abadi, yang menentukan arah dari segala yang terjadi.
Perjalanan penuh dengan ketidakpastian, namun kepercayaan bahwa setiap langkah memang proses yang harus ada meski kaitannya gua harus mati cepet. Setiap pertemuan, setiap perpisahan, setiap kegagalan dan keberhasilan, semuanya menambah warna pada kanvas kehidupan yang mungkin memang kaga buat gua.
Dalam setiap bisikan angin, dalam setiap detak jantung yang terasa lebih keras saat berdiri di persimpangan, belajar untuk mendengarkan lebih dalam lagi. belajar bahwa mungkin, hanya mungkin, ada suara yang lebih tenang di balik hiruk pikuk dunia, yang mengajak gua untuk menemukan jalan sendiri, yang sedari awal mungkin tidak pernah dibayangkan sebelumnya.
Dan di sini gua berdiri, di tengah keheningan yang sesekali pecah oleh suara-suara yang gua kenal, suara-suara yang telah membentuk gua. Gua sadar, gua bukan hanya sekumpulan kejadian, tapi gua adalah penceritaan dari setiap momen yang sangat alami dan natural. Dan mungkin, hanya mungkin, itu pun kaga tau bener apa kaga, itu adalah persimpangan yang tak diharapkan dari kesadaran yang dibuat secara kebetulan.