Refulotus

xberbisik, sendu, halus, menyapa setiap inci kelakuan dan tindakan yang sukar dimengerti. menghapus rasa dan membuangnya pergi hingga saraf ini tak lagi dapat merasa. rasa kaku, terhempas begitu saja, merayap dan mengalir dengan rasa hangat yang terasa disekujur tubuh ini. grogi, takut, malu dan semua rasa itu tiba-tiba membuat suatu kolaborasi yang paling menjengkelkan yang kelak gue akan merasakannya kembali. untuk itu,  sebelum tak ada yang dapat menghentikan arus ombak yang akan menerjang gue seorang diri, gue harus mempersiapkan tindakan pencegahan atau serangan balik akan hal itu.

Hidup dilingkungan manusia yang gue sebagai satu predikat yang tak terlihat oleh lingkungan, menjadi sesuatu yang sensitif dan suka menyendiri. bukan, menyendiri adalah bukan hobi gue, itu adalah alternatif dimana gue benci akan keramaian.

lagi-lagi ini menyangkut kepribadian dan integritas diri, ada sebuah fenomena yang gue lihat dengan mata kepala ini tentang sesuatu yang membuat geli dan ingin segera menendangnya jauh dan tak ada lagi, adalah saat ketika gue menyadari akan ketergantungan seseorang dengan apa yang dilakukannya. menurut gue sendiri, ketika gue tidak menyukai satu hal dalam koridor pembelajaran atau kehidupan, gue gak akan mau menyentuh dan menyelaminya lebih dalam lagi, benci rasanya ketika gue menipu diri sendiri dengan menggunakannya sebagai acuan, ya untuk beberapa saat gue mungkin mengikutinya, namun itu tidak akan jauh lebih kepada hal bahwa gue hanya mengantarkannya pada kebinasaan, toh untuk apa gue menipu diri dengan membawa kebodohan gue untuk dipertontonkan orang karena bagi gue sendiri, pertanggung jawaban adalah hal terberat bagi gue karna itu akan selalu menyertai mental dan keberadaan diri yang dipertanyakan.

Melihatnya sendiri, menyaksikan dengan penuh geram, seseorang yang kosong, yang selalu bergantung pada orang akan suatu hal seraya berkata ingin mengakhiri dan melampauinya, seseorang yang bukan hanya mengandalkan, namun memperalat perasaan orang lain hanya karena tidak ingin terlewat meski itu bukan berasal dari usaha dan kepalanya sendiri. merasa sok tau dan selalu mengumbar perkataan yang diduplikasi dari apa yang dia dengar melalui media dan orang tanpa mengetahui kebenaran dibalik semua itu. selalu mengiyakan dan mempertegas uraian orang lain seakan-akan itu adalah hak paten dan mutlak berasal dari orang tersebut. benci! benci ketika gue melihatnya dengan memamerkan kesombongan yang tidak ada artinya.

Ya, dia memang menang dalam pertarungan dunia nyatanya, dibanding gue yang tak bisa berdiri tegak ditengah kerumunan orang, tak jarang banyak sekali orang yang berpostur seperti itu disekitar gue, orang yang tak bisa diandalkan dan tidak memiliki integritas yang tidak dapat dimusnahkan meski oleh takdir.

Mungkin, uraian ini hanya akan dirasakan oleh orang yang selalu disengsarakan oleh keinginan nasib dan produk keterbatasan, yang lebih banyak merasakan bagaimana hidup sangat berat hingga terkadang gue sering menangis dalam sembunyi yang samar oleh aktivitas gue.

Tinggalkan Balasan