Sesatu yang mati
Dalam iring-iringan semu, hati berujar tentang bagaimana menempuh jarak yang terbentang jauh melebihi horizon mata yang hanya mampu melihat dalam keterbatasan. satu dari sekian arti dari banyak makna dari ujaran manusia-manusia yang terkadang gue bilang enggak mempertanyakan bahkan tidak mau berpikir.
satu dari sekian banyaknya hal yang ada disekeliling gue yang tak dapat bias dalam semu, ujaran tak pantas makin cepat menyebar dan mempengaruhi banyak persendian kehidupan. ketidakmampuan menyerebak dan menghempas jauh hingga ke alam bawah sadar, tak mungkin menjadi pribadi. doktrin terlalu kuat untuk di lihat, sesuatu yang sama-sama diketahui meski tak terlihat. sekalipun ini tak akan pernah menjadi suatu alasan karna dalam aspeknya segala sesuatu harus dilandasi dengan ‘bukti’
ini adalah sesuatu yang mati, hati dan pikiran juga pasti tidak akan mampu lagi memilah membedakan. meski tau awalnya banyak yang menentang, menolak namun pada akhirnya mereka akan membiarkan hal bias itu masuk dan menjadi konsumsi harian yang tak terhindarkan, bahkan dianggap bodoh apabila mempertanyakan. budaya diciptakan, sejarah dibuat oleh tangan-tangan cerdas penguasa demi kepentingannya. banyak sekali ditemukan belatung-belatung dalam isian sandwich yang sangat lezat untuk dilihat. mata diperdaya oleh visual yang dibuat mengulang, ibarat langsung menginject ke sisi penting dari salahsatu indra yang manusia rasa. seperti televisi yang mempertontonkan ketidaknyamanan diri namun menjadi konsumsi manusia.
terfikir untuk memberontak, namun lingkungan yang brutal membuat diri menjadi diri yang rapuh dan tak berdaya dan tak ada apa-apanya, bukan hanya untuk diri tapi pasti mengganggu kehidupan indah orang-orang terdekat gue sehingga gue gak akan memilih dan memang tidak diberikan pilihan seperti ilusi demokrasi yang sudah banyak dibahas dinegara-negara adikuasa yang malah menjadi rujukan utama kita.