Terlalu banyak kisah dan cerita yang menarik, bertebaran dalam lintasan waktu yang seringkali membingungkan. Rasanya ingin berhenti sejenak, untuk sekadar bernapas. Namun justru waktu yang terus menghimpit membuat refleksi dan nostalgia terpaksa disimpan rapi di dalam diam. Padahal, diam itu menyiratkan banyak hal… termasuk kebahagiaan kecil yang tak sempat diceritakan pada catatan-catatan harian gua yang kayak gini.
Jika bermimpi tentang sosok bersayap gelap yang menatap tanpa kata, jangan takut. Itu artinya, dunia belum sepenuhnya hilang… masih ada satu malaikat yang berjaga. ~Seraphis. Kalimat itu entah bagaimana muncul kembali, di kepala yang sedang kebingungan mencari makna dari kehilangan, dari penjagaan yang tak tampak, dan dari kenyataan bahwa kadang yang gelap juga bisa menjadi pelindung.
Seperti hujan yang turun bukan untuk merusak, tapi justru menghujani dengan sangat hangat dan asam. Ia tidak merusak apapun, namun meninggalkan sensasi yang tak terungkap. Citra yang hadir dalam pandangan, tak dapat dijelaskan meski dilihat oleh mata yang telanjang secara verbal. Karena tidak semua yang nyata bisa dirumuskan, dan tidak semua yang terlihat bisa dipahami.
Dan dalam segala perubahan yang datang dan pergi, tetap ada satu hal yang tidak pernah berubah: kebohongan. Banyak hal yang mungkin bisa berubah, bisa tumbuh atau lenyap begitu saja, tapi bohong… bohong adalah kriteria yang ga akan pernah bisa lepas dari karakteristiknya. Mau sampai kapanpun, itu akan tetap jadi racun yang membekas yang saat ini gua klaim menjadi satu-satunya bagian yang tak akan pernah mungkin bisa lepas karena keabadian, ruh, emosinal dan bohong adalah bagian dari hidupnya.
Bukan bermaksud menjadi pendendam. Tapi kadang, benci pada tindakan atau ide saja tidak cukup. Hanya perlu benci pada tindakan atau ide, asal bukan orangnya — eh, dua aja dah ????. Tapi kayaknya gua akan benar-benar memasukkan satu orang lagi dalam muara kebencian. Apapun itu, dan pasti ga akan pernah mungkin gua maafin dalam seumur hidup gua. Meski terdengar kasar, ini yang sangat terbaik buat kestabilan hidup gua yang seringkali rapuh tanpa alasan.
Tapi sian banget. Pelakunya siapa dan yang kena imbasnya sekarang siapa? Kadang ga tega juga, tapi apapun yang membekas, ya udah membekas. Ga akan bisa merollback fenomena, meskipun kita tahu siapa yang salah, dan siapa yang harusnya gak kena.
Kenyataan tak pernah sesempurna itu. Tapi entah kenapa sekarang, walau hanya sebatas dan sesedikit itu, rasanya cukup. Rasanya mewakili. Bahkan jika itu cuma fragmen kecil dari keseluruhan rasa yang ga pernah bisa dituntaskan sejak awal.
Terlalu banyak even dan momen dari linimasa yang tak bisa kembali. Semua udah lewat, kayak fragmen yang pernah indah, tapi sekarang cuma jadi bagian dari cerita. Ada yang masih diingat, ada yang udah mulai pudar. Tapi semuanya punya satu kesamaan: ga bisa diulang lagi.
Kadang ingin nulis semuanya, nyeritain ulang detailnya. Tapi malah jadi takut sendiri. Takut kalimat yang dirangkai justru membuka luka yang udah susah-susah ditutupin rapi. Jadi lebih aman ditahan, ditulis setengah, atau dikodekan lewat metafora yang ga semua orang bisa pahami yang ujung ujungnya kek bangke.
Waktu udah nggak bisa ditawar. cuma bisa ikutin, sambil berharap sempat mencatat jejaknya dalam tulisan. Supaya nggak semua kenangan cuma berakhir sebagai angin yang numpang lewat. Setidaknya, ada yang bisa dikenang dari lembar-lembar pikiran yang pernah berani berkata jujur. tipikal yang amat berlawanan dari pembohongan entah mungkin masal dan masif
Banyak dari semuanya yang kehilangan sesuatu dalam proses dewasa — entah semangat, kepercayaan, atau bahkan diri sendiri. Tapi bukan berarti itu klaim sesuatu yang gagal. Kadang kehilangan adalah bentuk baru dari penemuan yang belum sempat dipahami.
Dan di akhir hari, setelah semua ini, setelah melihat bahwa ternyata kaki masih tetap berjalan. Dengan luka yang mungkin belum sembuh, dengan rindu yang belum sempat pulang, dan dengan senyum yang entah milik siapa. Tapi setidaknya, langkah tetap berlanjut. Dan untuk sepertiga kehadiran dalam ruang kantor yang sebeanrnya terkendala atas emosional yang merayap tapi juga mengikis pikiran dan ego yang muncul, menulis memang selalu gua rasa menjadi cara yanng amat teramat dan paling jujur untuk merasa hidup itu masih dijalani dan dikendalika.