Instruksi Kehidupan

[DeannSetiia] Shiho Story - Meet Sherry0008Entah berapa lama, kepala ini tidak digunakan untuk menyimpulkan penalaran dan mencari masalah, memburu idealisme yang tinggi yang nampak haus dengan renungan-renungan keabadian. Tak harus suci untuk memulainya, cerita yang dikarang melalui potensi khayal melalui dimensi yang berbeda, mencoba berpikir guna menunjukkan perbedaan yang dimiliki kepada pengguna, merenggut banyak waktu untuk bisa menghasilkan sesuatu. Ya, untuk saat ini, belum ada kepastian dari kuburan jiwa ini, sepertinya ada sesuatu yang masih mengganggu konsentrasi otak kiri, sesuatu yang sulit ditebak dan tak bisa dijangkau melalui bawah sadar ini, sesuatu yang juga menjadi musuh bebuyutan pedoman hidup tak mustinya gue pahami, namun, semenjak waktu berlalu, rasanya gue juga mulai terbiasa dengan kehidupan yang sebenarnya bukan gue banget.

Inilah pencitraan berbeda yang digunakan untuk menangkis sisi sahabat, menanggung banyak asumsi buruk tentang kehidupan meski dari semua perjalanan ini, ada barter dari pengalaman gue. Ini adalah warna yang gue suka, selain ketajaman yang unik, persembunyian yang baik bagai ninja,  dan menghilangkan informasi-informasi baku manusia secara umum. Meski begitu gue juga membenci warna ini, ini adalah warna yang gue benci melihatnya, gak peduli siapa yang menggunakannya, gue lebih memilih jika gue menyandang keburukan satu sisi ini, asal mereka tidak menyadari, asal lingkungan tak peduli, setidaknya tak ada yang melihat bahwa gue melakukan hal ini.

Ini adalah instruksi kehidupan dibidang abstraksional. sesuatu yang kasat mata yang mengundang penalaran dari berbagai sisi, banyak logika yang digunakan untuk meraihnya, terkadang benar, terkadang salah. Namun, pencapaian ini bisa kita gunakan ketika kita berusaha. Berbeda dengan manusia, sesuatu yang tidak bisa kita mengerti, maksud dan tujuan yang sedang digunakan. analisis yang rentang juga dapat membunuh para pengamat. Manusia adalah sesuatu yang amat dinamis, sehingga setiap perubahannya tidak bisa kita simpulkan melalui logika. sepertinya perasaan memang sesuatu yang harus kita singkirkan, meski terkadang terdapat rasa sesak yang mematikan, membunuh dan mencederai fungsi indra, namun banyak yang tetap menanggungnya. penderitaan yang sulit diungkapkan melalui bahasa tulisan justru akan merusak pikiran kita, kepala ini rapuh, kepala ini butuh kepastian, kepala ini juga tidak bisa dicampur adukkan dengan urusan hati. Jadi, mohon untuk tidak membanding-bandingkan sesuatu yang bersifat logika dengan yang namanya rasa. itu adalah hal yang menjijikan dan gue membencinya. Gue mulai membencinya ketika gue beranjak menyadari suatu kebenaran, kebenaran yang sangat rasis antara hubungan interaksi manusia dan data.

Jurnal Bonceng Jogja-Semarang

Tak berjudulTidak seperti kegiatan gue biasanya, kali ini gue memiliki jurnal baru dalam hidup gue, yaitu diboncengin dalam jarak tempuh yang lumayan jauh, Jogja-Semarang. Perjalanan gue dkk dimulai karena ketidak rencanaan dan terjadi begitu saja, dan hasilnya gue masih dihantui rasa bersalah atas keadaan yang menimpa kehidupan psikologis teman gue. Langsung aja, dua malam sebelum ini, tepatnya pada hari Sabtu, tanggal 26 April 2014. Ketika temen-temen gue pada nyetem di kos gue. sebenarnya kita memiliki aktifitas kita masing-masing, ada yang ngegame, facebookan, dan gue sendiri aja pikiran gue melalang buawana melewati banyaknya naluri yang tersirat dalam benak, berkhayal tentang game buatan gue yang kerjaannya belepotan dan enggak kelar -_-. Nah, waktu itu kita niatnya pengen keangkringna, maklum beberapa dari kita termasuk gue sudah memiliki akun tipis pada pendataan lembar berharga di dompet, dan waktu ngajak temen gue yang kebetulan belon gabung, dia bilang mau ke magelang, ke kakeknya. Nah, itulah sejarah kami dimulai. Pada waktu itu, kita sentil sentilan lidah bilang begini, “kenapa enggak maen ketempatnya dovi aja?”. Dovi adalah nama temen kampus gue asal jakarta tapi punya kerabat di daerah magelang.Usul ketemu usul temen gue sepakat dan akhirnya kita memutuskan untuk berangkat duluan ke angkringan. Nah, waktu si dovi ini dateng, trus kita bilang kita ngikut dov dan dia mengiyakan tapi dengan lanjutan kalimat “tapi besok gue mau ke semarang sama kakek gue”. Waduh, terdetik rasa kurang enak buat gue karena yang gue tau ini adalah acara keluarganya dia. kenapa kita pada nimbrung-nimbrung, trus karena kesalahan komunikasi dan kesepakatan yang salah diartikan oleh si dovi itu, akhirnya kakeknya setuju kalo kita ngikut. kita enggak menyesal karena kapanpun sebenarnya yang penting kita bisa jalan-jalan bareng, yaaa itung itung mengekstrak semua penat.

Waktu berlalu, perjalanan pun dimulai, dan bukan dari suatu hal yang bisa dicuri.

  • Sekitar jam 19.30an, setelah kami mempersiapkan diri membawa barang-barang keperluan dari kos masing-masing ke basement sementara kami, Angkringan tempat kita nyetem. Akhirnya kami berlima [Gue, Harland, Reza, Ira dan Dovi] berangkat menuju Magelang lewat jalur dalam. [Lihat Kordinat A ke B]
  • + Jam 22.00 kami sampai di magelang, tempat kakeknya temen gue, si Dovi dan kami beristirahat menunggu pagi disana .
  • + Jam 07.00 kami berangkat dari magelang lewat jalan utama ke arah Semarang yang dengan hantaman jalan, ban bocor dan ngisi bensin sehingga tiba sampai ke tujuan, tepatnya Asrama Polisi sekitar Jam 10.00 [Lihat Kordinat B ke C].
  • Jam 17.00 kami berangkat lagi dari semarang ke magelang, dibarengi dengan mampir ke masjid dan tersesat ditengah jalan hingga akhirnya kami sampai di magelang lagi jam 20.00, dan kami berstirahat sejenak [Lihat Kordinat C ke B]
  • Jam 10.30an kami berangkat dari magelang menuju tempat masing-masing, dan kali ini karena ada beberapa masalah jadinya kita masih nyetem lagi di tengah jalan hingga pada akhirnya kami tiba dengan selamat di kos masing-masing kira-kira jam 00.30an

Maaf sebelumnya ini telat update, dulu kirain udah keposting tapi ternyata berminggu minggu ini mask ke draft :)

Jurnal Gowes Jogja-Solo

jurnalPada kesempatan kali ini, gue mau share jurnal gowes gue yang udah gue jalankan beberapa hari yang lalu dari Yogyakarta, tempat dimana gue ngekos sampe yang namanya Solo, tepatnya pas di Kraton, Surakarta. Dengan kondisi diatas, bisa dikatakan ini adalah simulasi yang gue lakuin setelah lama gue enggak bareng ama sepeda gue lagi, yaaaah maklum, setelah kebanyakan mengidap asap rokok dari temen-temen kampus yang membuat gue ngerasa kayaknya paru-paru gue udah gak bersih lagi, akhirnya gue bisa memformatnya kembali dengan agenda dua hari sebelumnya gue keliling ringroad biar gak kaget kagetan lagi, berikut jurnal perjalanan gue:

  • 06.20 telat bangun, dijemput sama dua orang kelas lain, Umi Kaltsum dan Fakih [baru kenal, dan gak tau nama panjangnya siapa], hanya cuci muka dan berangkat sebelum jam 06.30 menuju arah solo.
  • 08.00 mampir sebentar di alfamart untuk beli koka kola karena biar ada gelojak dan menahan rasa mual diperjalanan.
  • 10.00 tiba di kartasura, makan pagi semi siang, dan beristirahat kurang dari satu jam kemudian melanjutkan perjalanan.
  • 11.30 mampir di rumahnya si fakih dan istirahat (gak seperti biasanya ada waktu istirahat, maklum rumah orang, disuruh istirahat jadi gak enak sendiri, hehe).
  • +15.00 keliling keraton sebentar dan langsung dibarengi dengan perjalanan pulang menuju jogja.
  • mau magrib mampir di warung makan dan menikmati yang namanya nasi liwed.
  • sampai di yogyakarta, jam 21.xx dengan selamat :D

Skema Rute: Jarak antara Yogyakarta-Solo diperkirakan minimal 61,7 KM. dan karena kita menggunakan jalur yang sama, berarti jarak Solo-Yogyakarta juga diperkirakan minimal 61,7 KM. Sehingga Total tempuh kita selama satu hari waktu itu adalah 123,4 KM

Suatu kecenderungan

225339_223316761012453_3744920_nTerbelenggu, diam dengan masa baru dan menjadikan beberapa aturan menjadi bagian dari kehidupan. Rusak! perasaan bisa saja rusak karena aturan logika yang memiliki banyak simpul yang sulit dipecahkan, sesuatu yang tak bisa dikendalikan dari diri akan mendatangkan dua pemahaman emosi yang berlebihan dan orang-orang akan menyebutnya “terlalu”. kata “Terlalu” tak selamanya menjadikan manusia terbelenggu dengan suatu asumsi sebab umumnya kita dapat merasa “Terlalu senang” dan “terlalu sedih”. intinya emosional kita terbuka dan kita melepas peran logika kita menjadi jam terbang atau bawah sadar kita. Kita mungkin menyadarinya. Namun, suatu kesadaran yang kita pahami sebelum kita menyadarinya waktu itu bukan berasal dari serapan sebenarnya, itu hanya media hipnosis yang memaksa kita merangsang hal baru agar mudah ditoleran tanpa harus disaring melalui dasar logika.

Manusia cenderung membebankan satu pihak dari dirinya, beberapa menggunakan logika untuk memahami, meresapi keadaan sekitar, namun sebagian dari kita juga cenderung menggunakan hati dan perasaan untuk mentoleransi keadaan. Tingkat pemendaman rasa, nyeri hati dan ketegangan emosional yang berbeda juga menurut gue akan mempengaruhi ketajaman manusia itu sendiri. Takdir memang ada, tapi kita tidak musti menyangkut pautkan kesempatan hidup yang kita miliki dengan takdir tersebut. dengan keyakinan batin dan pikiran itu, seharusnya kita harus melewatkan pemahaman takdir yang tidak bisa kita mengerti melalui dua atribut manusia ini. Hidup adalah pilihan, dan pelakuan kita terhadap suatu pilihan akan tergantung dengan usaha yang kita upayakan dan apa yang akan kita dapatkan. Meski pendapat ini terlalu ekstrim jika kita tak memahaminya, kesimpulan kadang berubah-ubah, kesenangan dan kekaguman manusia juga terkadang luput dengan masa, namun kebenaran memang ada satu, dan tapi apakah kita akan memudarkan tujuan dan kekonsistenan itu?

Sulit untuk melihat kebenaran dibalik kenyataan yang kita lalui, kita butuh sejenak waktu untuk sendiri dan memikirkan semua itu, pola yang rumit dijangkau ini membutuhkan kesabaran dan pemahaman kita yang tinggi, setidaknya kita akan dipaksa untuk menyesuaikan perasaan dan logika untuk keadaan yang meliputi diri kita. Sejauh ini, ketika kita tidak dapat meresapi apapun dan memahami lingkungan sekitar, hal mudah yang dapat kita gunakan adalah membandingkan. Berapa banyak kah kegiatan kita untuk menjadi bermanfaat, berlatih, dan berkarya ketimbang kesenangan lain yang berubah-ubah?

“Jangan berpura-pura dalam berdo’a.”. Dibandingkan dengan urusan do’a, kita biasanya akan melewatkan titik fatal yang biasanya sering kita dengar dari orang-orang tua kita. kebiasaan mendengar cenderung membuat telinga kita menjadi bosan dengan uraian-uraian tersebut. ada suatu sistem yang salah dalam penyaluran dan penalaran informasi ini, namun kita pasti tidak asing dengan kata-kata itu. kita mungkin merasa kebal dengan peringatan itu, kebal bukan berarti kokoh! ini akan membuat kita jauh dari kehidupan manusia sebenarnya. Sesuatu terpecahkan, bukan dari sesuatu yang dapat dicuri dan dari sesuatu yang tidak ada duanya didunia ini. Sejauh ini, dengan sesuatu apapun yang terjadi, meresapi dan mendengar lingkungan adalah langkah utama “dasar” yang perlu kita perhatikan.

Sesuatu yang berubah

yamiPernahkan kita merasa ada sesuatu yang berubah dari tingkah kita sebelumnya? Perasaan yang entah kenapa tanpa sadar berubah dari biasanya. Perasaan yang bukan seharusnya diutamakan tapi semakin berjalannya waktu, tiba-tiba terdetik beberapa pembaruan tingkah laku, kepercayaan diri dan keyakinan baru sehingga logika awal mulai terabaikan. Sesuatu hilang, bukan berasal dari hal yang dapat dicuri dan tak ada duanya dibumi ini.

Sebenarnya gue peribadi bertanya-tanya, nyamankah gue saat ini? pergantian rutinitas dan kebanyakan aktifitas membuat gue mumet dan sebagian aktifitas gue menghilang. gue gak bisa mendapatkan kedua kubu positif secara bersama, ketika gue mengalihkan hidup gue kepada hal yang baru sebagai alih belajar, gue juga harus kehilangan kesempatan gue yang lain, semua terasa seperti bundel paket winrar yang ketika gue mau menggantinya itu harus melalui prosedur update, tapi ketika ada berkas yang berubah dan itu adalah paket tersingkronisasi, maka antar satu dengan lainnya sudah tidak berguna dan tidak dapat digunakan secara normal.

gue adalah jenis manusia yang cenderung suka dengan kedamaian, sepi dan tanpa aktifitas, dengan hal itu biasanya gue mendapatkan hal-hal baru dengan lancar dan tak terganggu, karena sebetulnya gue benci untuk dibatasi bahkan oleh yang namanya waktu. Namun, buruknya gue, gue adalah priadi non-sosial yang sulit. Mungkin gue akan baik-baik saja dengan kehidupan gue sebelumnya, tapi ketika didepan orang gue merasa paling lugu, cupu, lembek dan tidak menjadi apa-apa. Ya, naluri gue yang sebelumnya banyak diakui bahwa proses penangkapan lojika gue yang lebih cepat dari orang biasanya, atau juga lebih cenderung tidak banyak berbicara dan tekun melalui proses hanya akan terlihat sebagai pribadi yang sombong didepan orang-orang baru yang belum atau masih mengenal gue melalui kovernya saja.

Seiring bergulirnya waktu, mulai terdetik dalam diri gue rasa ingin memulai perubahan. Melalui aktifitas dengan kadar kemunafikan karena bersosial, berpartisipasi dalam lingkup yang sebenernya bukan gue banget, dan mencoba untuk menjadi sabar untuk banyak hal demi keunggulan pribadi dan kematangan jiwa. Ya, telah terjadi banyak hal yang gue lalui. Biasanya, gue cepat meninggalkan sesuatu yang enggak gue mengerti dan enggak ingin gue dalami, Tapi, ketika lingkungan mulai mengenal gue dan gue juga terikat banyak kontrak dengan mereka, akhirnya gue mengetahui betapa indahnya menjadi munafik, sesuatu yang tidak biasa gue lakukan demi mendapatkan pengalaman baru meski dari semua perjalanannya tidak ada hal yang gue banggakan, lebih banyak memendam sakit hati yang begitu besar dari biasanya, indah adalah ketika gue melewatinya dan memasukkannya kedalam sejarah kehidupan gue, entah sampai kapan semua itu akan berlangsung dan untuk beberapa lama gue menjalaninya.